Senin, 19 Mei 2014

Masa SMA itu, penuh kenangan




Hai putih abu-abu J

Semalam mencoba berbenah dan merapikan tumpukan folder dalam PC. Begitu banyak folder dengan nama yang yang berbeda. Hingga terbuka sebuah folder yang berjudulkan 'high school'. Sekilas mata hanya melihat dan merapikan kembali folder yang lain. Tetapi tiba-tiba seolah ada perintah lain, bagaikan roll film ia memutar sejuta kenangan masa SMA itu. Hingga tangan tergerak untuk mengabaikan tumpukan folder lain dan mencoba membuka kembali folder sebelumnya. Tersenyum. Ya, tak ada kata lain dan hanya bisa tersenyum. Betapa foto ini sangat berhasil membuat rindu akan masa-masa itu. Kami berenam pengurus kelas pada waktu itu. Entahlah apa nama kelompok kita, yang jelas kekompakan kita untuk membuat kelas menjadi sebuah keluarga bisa diacungi jempol. XII IPA 4, dan kami menyebutnya 'papour' (IPA four). Benar-benar nama yang alay. Ya, begitulah masa SMA J

Hai kawan, apa kabar kalian?
Dari yang paling tinggi, namanya Sabdo. Ketua kelas yang selalu mengalah dengan wakil nya. Entah karena sifatnya yang begitu sabar atau karena ia tak ingin ribut. Tapi begitulah dia. Dan sekarang ia berhasil menjadi Sarjana Hukum. Selanjutnya yang memakai jaket jeans, namanya Teguh. Dia wakil ketua kelas dengan ambisi yang luar biasa. Cita-citanya menjadi seorang tentara, dan sekarang terwujud impiannya itu. Dua wanita manja dan cantik dibelakang, mereka Devi dan Aprilia. Sekretaris kelas yang selalu beradu argumen ketika Guru kami menyuruh mereka menuliskan catatan ataupun soal di papan tulis. Alasannya simpel, ketika mereka menulis di papan tulis maka mereka kehilangan waktu untuk mencatat di buku mereka sendiri. Itu pemandangan yang selalu terjadi ketika di kelas kala itu. Aprilia melanjutkan studinya di Fakultas Hukum salah satu Universitas Negeri di Surakarta, dan Devi menjadi seorang guru matematika melanjutkan karir sang Ayah. Dan dua wanita di depan, aku dan Lusiana. Kami bendahara kelas yang setiap seminggu sekali selalu mengejar anak-anak papour yang belum membayar uang kelas. Ketika hari senin tiba, jam istirahat begitu sepi di kelas karena mereka berusaha menghindar dari kami. Dan karena tugas kami memang untuk itu, maka dengan sekuat tenaga kami mencari mereka kemanapun mereka bersembunyi. Huft, masa yang begitu lekat dengan persahabatan dan kenangan indah. Lusiana, wanita super ini kabarnya akan segera menikah. Dia wanita luar biasa tangguh.  Dan wanita berjilbab itu? Ya, itu aku. Impian ku menjadi seorang Dokter ternyata mendapat garis yang berbeda. Tuhan memberikan jalan untuk memasuki dunia perekonomian. Hingga sebuah Universitas Swasta di Yogyakarta mencantumkan namaku pada daftar penerimaan mahasiswa. Saat itu, kecewa memang ada. Tak pernah terbayangkan perjuangan menggeluti dunia biologi, fisika dan kimia berujung pada ekonomi akuntansi. Tetapi memang inilah hidup. Manusia hanya bisa berencana dan Tuhan lah penentu dari segalanya. Tuhan lebih mengetahui dari yang hamba-Nya tidak ketahui. Dan ternyata memang benar, jalan Tuhan selalu indah pada waktunya. Fakultas Ekonomi ternyata memberikan banyak amunisi ilmu yang begitu luar biasa. Tak hanya pendidikan, ia bahkan membentuk karakter dan mensuplay pengalaman yang luar biasa. Yang mungkin pengalaman ini tak akan ada di Fakultas Kedokteran impian ku kala itu. Wanita berjilab itu tak punya apa-apa. Ia hanya punya keinginan dan komitmen untuk mewujudkan mimpinya. Ia percaya akan kekuatan Tuhan yang begitu dekat dengan kerja keras hamba-Nya. Karena keajaiban adalah nama lain dari kerja keras. Ia akan datang seiring dengan ambisi sukses kita. Wanita berjilbab itu, tak banyak keinginannya. Ia hanya ingin menjadi manusia yang bermanfaat untuk sesama, menjadi inspirasi wanita lainnya dan mendidik anak bangsa menjadi generasi yang tak pernah lelah mengejar mimpinya. Wanita berjilbab itu menyadari bahwa sekuat apapun keinginan manusia, jika ia hanya mengejar indahnya dunia, tak akan pernah selesai untuk dapat ditakhlukan. Oleh karenanya, dari kedokteran yang memiliki jiwa sosial tinggi pada kesehatan, ia bercita-cita menjadi seorang pendidik dan memiliki jiwa sosial tinggi pada pendidikan. Semoga.



Minggu, 04 Mei 2014

Mendidik adalah tugas setiap insan terdidik

Malam itu sepulang kuliah rasanya ingin segera berlari menuju kasur yang empuk. Bagaikan ikan yang bertemu dengan air setelah beberapa saat terkapar di daratan. Bantal dan guling seolah memanggil dan berteriak, mata dan badan pun serasa terkoneksi untuk segera menjawab panggilan dan teriakan itu. Tapi  mendadak ponsel dalam tas biru dikanan tangan ku berdering, nada pesan masuk. Sebuah pesan singkat untuk mengisi kelas tambahan besok pagi. Fyuh, dan pada akhirnya bantal guling kembali terdiam beberapa saat dan masih rapi seperti keadaan semula. Mungkin ia kecewa. Mungkin saja.

Berbeda dengan mata dan badan yang tadinya dengan lantang  menjawab teriakan itu, tiba-tiba ia menyeru otak untuk berdiskusi kecil. Sungguh tak disangka, mata, badan dan otak begitu sigap mengambil langkah. Tanpa aba-aba aku segera membalas pesan singkat itu dan meng-iya-kan untuk mengisi kelas esok pagi pukul 07.00 WIB.

Malam pukul  22.00 WIB. Suasana kost terlihat hening, beberapa anak kost masih ada yang asik dengan tayangan akhir pekan salah satu stasiun televisi dan beberapa yang lain sibuk dengan gedgetnya. Kebetulan esok hari sabtu, dan jadwal kuliah ku dimulai pada pukul 12.30 WIB, setidaknya jawaban meng-iya-kan tanpa aba-aba tadi ada dasar yang jelas, karena tak bersamaan dengan jadwal kuliah. Malam itu akhirnya tak ada waktu istirahat. Aku mencoba mencari beberapa folder kala kuliah dulu untuk merivew dan belajar (lagi). Bersyukur pembahasan untuk besok tak begitu rumit. Mata, badan dan otak terasa begitu kompak untuk melaksanakan tanggung jawabnya. Benar-benat tak ada yang menyangka, rasa kantuk dan lelah sirna begitu saja. Hingga tak terasa jarum jam sudah menunjukan pukul 02.00. Persiapan materi, power point dan beberapa soal ready. Akhirnya bantal dan guling tersenyum, dan menyambut dengan hangat.

Suara adzan terdengar dari masjid belakang kompleks. Aku mencoba membuka mata perlahan dan mengumpulkan nyawa yang terasa belum lengkap. Kucoba terbangun dan melipat selimut yang masih setia memberikan kehangatannya. Segera kuambil air wudhu dan melaksanakan sholat subuh. Pagi yang begitu cerah, kicau burung gereja yang selalu hinggap di atap dekat balkon. Sungguh rasanya ingin kembali menarik selimut dan menyambung mimpi semalam. Tapi lagi-lagi otak memberikan mandat dengan cepat untuk tak boleh bermalas-malasan. Seperti layaknya sebuah pepatah, ayam yang bangun paling pagi akan paling banyak dapet cacing. Persiapan menuju kampus dan siap melaksanakan kewajiban dengan total. Ya, sebuah totalitas.

Pagi itu beberapa mahasiswa sudah ada di dalam kelas. Ini hari pertama ku bertemu mereka, kucoba menyapa dan mengucap salam. Ternyata salah satu diantara mereka ada yang kukenal dan cukup akrab, karena ia tergolong mahasiswi yang rajin dan tak pernah absen untuk duduk di bangku paling depan. Semangat belajarnya begitu luar biasa. Bahkan terkadang tak segan ia memberikan masukan atau tanggapan setelah usai kelas. Saat itu kelas masih belum penuh, karena memang belum menunjukan pukul 07.00 WIB. Kami sepakat untuk menunggu mahasiswa lain dan aku mempersiapkan laptop serta notes di papan tulis untuk memperlanjar KBM.

Aku sadar betul, bahwa pendidikan adalah kunci utama dari segala pintu. Tak hanya menjadi seorang pendidik yang memegang kunci pendidikan tinggi. Businessman, dokter, pengacara, pramugara, polisi, apoteker dan segala macam pekerjaan selalu ada peran pendidikan disana. Dan satu hal yang pasti, mendidik adalah tugas dari setiap insan terdidik. Tak hanya guru dan dosen yang mempunyai kewajiban untuk mendidik anak bangsa, tetapi kewajiban kita semua untuk memajukan pendidikan Indonesia. Tak berat, jika kita menjalankan dengan tulus ikhlas dan semata-mata hanya ingin bermanfaat untuk orang lain.

Beberapa mahasiswa mulai berdatangan dan kuliah pun dimulai. Diskusi kelas alhamdulillah berjalan dengan lancar hingga beberapa mahasiswa membetuk kelompok untuk mengerjakan kasus. Tak ada yang lain dalam benak dan pikiranku, hanya semoga hari ini bermanfaat.

Kelas pun berakhir. Dan seperti biasanya mahasiswi rajin itu selalu pulang paling akhir dengan beberapa teman se-genk nya. Ia menghampiriku di depan dan menunjukan ponselnya. Sontak aku terkaget dan bertanya apakah ada yang bisa kubantu. Mahasiswi tersebut menyodorkan ponsel tipis berwarna putih padaku, dan ia hanya berucap “kece nggak mbak?”. Aku menatapnya dan tersenyum. Disana terlihat seorang wanita berkerudung ungu sedang menulis di papan tulis, dan ternyata wanita itu aku. Tak ada komentar, aku hanya tersenyum malu dan berterimakasih padanya. “kok sempet-sempetnya sih dek?mbak jadi malu” pertanyaan ini mengalir begitu saja, dan ia menjawab “gapapa mbak, aku iseng aja tadi soalnya aku pingin ngajar juga kayak mbak”. Percakapan demi percakapan pun bersambung hingga kami keluar kelas dan berakhir pada percakapan luar biasa. Kami bertekat untuk membuka konsultasi belajar. Dengan target utama kami, bermanfaat untuk orang lain. Karena sebaik-baiknya manusia adalah ia yang bermanfaat untuk sesamanya.


Semoga bermanfaat :')