Minggu, 30 November 2014

Sehari bersama Beta

Memasuki malam pergantian bulan. Ya, dalam hitungan menit November akan berganti menuju Desember. Dan tengah malam ini, aku memilih menulis. Menuangkan apa yang ada di hati dan menggoreskan apa yang ada di pikiran. Ah, waktu memang begitu cepat bergulir, mengalir dengan derasnya hingga terkadang tak terasa pergantiannya.

Bulan lalu, berita gembira datang dari Nia. Pertemuannya dengan mas Opik membawanya memasuki kehidupan baru, sebuah pernikahan dengan keindahan dan lika-likunya. Dan Nia memutuskan untuk mengikuti mas Opik untuk membuka lembaran baru di ibu kota. 

Kami yang tadinya berlima, bersahabat dan selalu bersama kini hanya berempat di kota pelajar ini, Yogyakarta. 

Perguliran bulan Oktober menuju November ternyata membawa berita gembira lagi untuk kami. November ini, Beta mendapatkan jalan karirnya. Pengumuman kelulusan BPJS membuat kami merasakan uforia yang luar biasa. Bahagia kami tak terkira, betapa merasakan Tuhan begitu dekat dengan urat nadi kita. Tuhan menjawab doa sahabat kami, jalan rizki terbuka. Alhamdulillah syukur kami tak terhenti.

Memang benar, kehidupan ini ada "masa"nya masing-masing. Setelah pengumuman ini mungkin bulan depan Beta sudah mulai disibukan dengan karirnya, bersiap untuk ditugaskan diluar kota dan lagi-lagi kami merasa sedih karena setelah Nia, mungkin sekarang Beta yang harus mengikuti jejak Nia untuk berpindah dari Jogja. Dan dari berlima kemudian berempat dan sekarang kami bertiga. 

Ayolah, di era teknologi secanggih ini masih merasakan sedih karena terpisah oleh jarak? Rasanya terlihat begitu udik jika harus bersedih karena jarak. Bukankah masih banyak cara untuk bersua sekalipun tanpa bertatap muka?

Tidak, akan terasa berbeda jika kami berlima kumpul bersama. Berbagi pengalaman dan bertukar ide bersama, saling memberikan semangat dan masih banyak hal yang dapat kita lakukan. Dan itu semua akan terasa hambar jika tak saling menatap. Tetapi kami pun mencoba realistis, bahwa kami juga harus mengejar cita-cita dan mewujudkannya. Mungkin saat ini Tuhan memberikan jarak dan mungkin juga Tuhan ingin melihat ketulusan doa kita jika tak saling berdekatan. Dan saat ini, biarkan doa tulus yang mewakili pelukan kami dari jauh.

Sukses untukmu sahabat, Beta.

Kamis, 27 November 2014

Life is Unpredictable

Manusia memang hanya menjalankan apa yang telah menjadi skenario Nya. Berjalan menyusuri hari demi hari, waktu demi waktu dan menemui hal-hal baru. Termasuk berjumpa dan menjalin silaturahmi dengan orang-orang yang tak terduga sebelumnya. Menjumpai karakter baru, pemikiran baru dan segala hal baru yang menajubkan.

Bercerita masa lalu dan masa kecil dulu, aku terlahir dalam lingkungan keluarga mayoritas perempuan. Mamaku dan kedua adik perempuanku. Setiap hari penuh dengan kasih sayang dan kelembutan, tak pernah ada pertikaian bahkan bentakan. Papa pun tak pernah mendidik dengan keras, dan selalu menunjukan raut wajah damai penuh kesabaran. Mungkin saja karena kami bertiga perempuan, sehingga Papa berusaha memberikan pendidikan yang jauh dari didikan “militer” yang biasa diterapkan untuk anak laki-laki. Dan mungkin saja Papa tak selembut ini jika diantara kami ada saudara laki-laki. Mungkin.

Hari demi hari yang kami lalui di rumah ternyata membentuk karakter kami bertiga. Pun tak dipungkiri, diantara kami bertiga memiliki sifat masing-masing. Menurut Mama, aku cenderung pada pribadi yang ceria supel tetapi juga memiliki sifat keras. Berbeda dengan adik ke-dua ku, ia cenderung diam dalam segala hal, introvert tetapi penurut. Dan si bungsu, sejak kecil ia sudah terlihat hiperaktif, tak bisa diam dan tak bisa berhenti bernyanyi. Tetapi pendidikan dalam rumah memang berperan besar pada tumbuh kembang kami bertiga, sehingga kemasan kami tak jauh beda antara satu dengan yang lain. Kami bertiga memiliki sifat dominan, penurut, tak bisa dibentak, tak suka kekerasan dan cenderung berjalan pada rule yang kami anggap baik, tak berani keluar dari hal kebaikan itu. Termasuk jika sudah jam 9 malam maka segala aktifitas kami berhenti, meng-off kan percakapan dalam handphone, kembali kerumah secepatnya sebelum jarum jam menunjukkan pukul 21.00. Dan lain sebagainya, begitu Papa Mama mendidik kami.

Hari berjalan begitu cepat, rasanya baru kemarin tiap pagi selalu mendengar teriakan Mama untuk segera bergegas mandi, sarapan pagi dan pergi ke Sekolah. Rasanya baru saja itu semua terjadi. Dan tak terasa hampir enam tahun sudah teriakan Mama tiap pagi hanya terasa dalam hati. Menjadi sebuah alarm jiwa untuk melanjutkan kedisiplinan kala pagi datang. Dan dengan segala karakter yang tertanam dari kecil. Terbawa hingga sekarang sekalipun tak seatap merasakan pendidikan karakter rumah seperti enam tahun silam.

Singkat cerita, karakter ini terbentuk dan menjadi aku yang saat ini. Hingga pada suatu ketika Tuhan mempunyai rencana yang tak  terduga. Tuhan mempertemukanku pada seseorang yang memiliki kepribadian jauh dari keseharianku. Lingkungan keluarga dengan mayoritas laki-laki, pendidikan rumah yang keras dan extra disiplin, dan mungkin hampir mendekati pendidikan militer. Aku memanggilnya “abang, mas, aa” begitulah. Entah apa rencana Tuhan, pertemuanku dengan beliau ternyata membawa banyak perubahan pada pemikiran dan juga karakterku. Ia mengajakku menyusuri kehidupan dalam batas yang berbeda, bahwa hidup tak hanya sekedar baik dan buruk. Hidup perlu dimaknai lebih dari itu. Karena di dalam kebaikan bisa jadi menyimpan keburukan dan di dalam keburukan mungkin menyimpan kebaikan.

Perkataannya tak pernah terdengar lembut. Garis muka tegas dan kata-kata beliau yang keras membuatku tak memahami apa yang didapat dengan kepribadian seperti ini. Berhari-hari aku dibingungkan dengan sifat-sifat baru dan pemikiran baru. 

Dan aku, berusaha menyusuri lapis demi lapis apa yang Tuhan berikan melalui beliau yang kukenal tak terprediksi ini. Tak jarang kami berdiskusi tentang kehidupan dan esensi dari hidup. Cukup berat obrolan bersamanya, tetapi aku menikmati. Aku menemukan ilmu baru yang tak pernah kudapatkan sebelumnya. Banyak pelajaran yang beliau berikan.

Ternyata selama ini aku salah jika berfikir keras itu tidak baik. Ternyata selama ini aku terjebak pada pemikiran ku yang dangkal untuk memaknai kehidupan. Aku memandang bahwa segala yang terlihat tak baik itu seratus persen tidak baik, dan yang terlihat baik itu jaminan baik dalam segala hal. Dan ternyata ini salah. Perlahan beliau menyadarkan ini padaku. Dan aku, perlahan mulai membuka pikiranku.

Entah apa yang ada dalam benak beliau, sehingga begitu peduli akan diriku yang bukan siapa-siapa nya bahkan terbilang baru saja kami saling mengenal. Tetapi satu hal yang menjadi keyakinanku, segala yang terjadi di muka bumi ini tak ada satu pun yang berjalan tanpa kehendak Nya. Termasuk pertemuanku dengan beliau yang tak terduga, sangat tak terduga.

Jika berbicara dengan menggunakan akal, akal pun tak menemui titik temu apa rencana Tuhan dibalik semua ini. Jika mencerna menggunakan hati, rasanya diperlukan kemurnian dan ketulusan yang hakiki hingga menemui jawabannya. Dan jelas, aku masih berproses dan masih jauh dari kata murni dan tulus.

Perbedaan karakter yang sangat jauh ini ternya membawa pengaruh untuk ku. Aku mulai mengerti apa itu keras dan apa itu ketulusan dibalik kerasnya sifat seseorang. Aku menemui banyak hal baru setelah bertemu dengan beliau. Hal yang tak kujumpai diantara teman-teman sebayaku, guru-guru sekolah ku dan bahkan lingkungan terdekatku. Hal baru yang membentuk pola pikir baru untukku, untuk tidak menilai segala sesuatu hanya dari apa yang nampak oleh kasat mata, tetapi melihat apa yang di depan mata menggunakan ketulusan hati. Hati terdalam yang tak pernah menipu. Hati yang selalu berkata benar, tak pernah berkalkulasi dan tak pernah menimbang secara materi.

Betapa bersyukurnya aku mengenal beliau. Dan betapa bersyukurnya aku, Tuhan mengijinkanku bertemu dengan seseorang yang membawa perubahan untuk ku.

Aku, yang masih tak mengerti apa rencana Tuhan untuk ku.

Selasa, 25 November 2014

Hari GURU Nasional

Diluar sana banyak orang-orang hebat dengan kecerdasan intelektual yang luar biasa mengagumkan. Di luar sana banyak sekali cendekiawan dan para ahli. Dan dibalik keahlian serta kecerdasan mereka, berawal dari komitmen tekat dan semangat para Guru. 

Pahlawan tanpa tanda jasa.
Hari ini, 25 November 2014, mungkin menjadi momen yang tepat untuk kita merenungkan sosok yang berpengaruh langsung terhadap pendidikan anak Indonesia. Sosok pendidik yang tak lelah memberikan ilmunya dari hari ke hari, mulai pagi hingga petang. Sosok yang merubah Indonesia menjadi mengerti sejatinya pendidikan.

Boleh saja kita beranggapan bahwa "pengalaman adalah guru terbaik" tetapi pengalaman tanpa pengamalan tak akan ada manfaatnya. Peran Sang Guru lah yang memberikan perubahan gerak pemikiran. Bahwa siapapun boleh mempunyai pengalaman segudang, tetapi Guru mengerti bagaiman memberikan segudang pengalaman nya menjadi bentuk pengamalan yang tak ternilai harganya.

Dan Guru, bukan berada pada masa lalu. 
Bukan hanya satu.
Bukan pada bangku Sekolah Dasar, Menengah maupun Lanjut.
Tetapi Guru, serta merta hadir pada setiap bertambahnya ilmu kita.
Guru selalu melekat pada setiap tingkatan pendidikan yang kita lalui.
Dan Guru, tak pernah lekang oleh waktu.

Salam hormat untuk para Guru yang berdedikasi mendidik generasi Negeri.

Rabu, 12 November 2014

Selamat hari ayah, Papa

Papa. 

Dari beliau aku banyak belajar dan mengenal arti hidup. Dari beliau aku mengerti bahwa segala tindak tanduk manusia adalah cerminan dari hatinya, bahwa yang baik akan selalu menuai kebaikan pula kelak dikemudian hari. Bahwa hidup adalah proses mencari jati diri dan menemukan sandaran hati. Kepada siapa lagi hati ini kita sandarkan jika bukan pada Nya? Tuhan pemilik alam semesta dengan segala kesempurnaan Nya.

Papa tak pernah berhenti berpesan untuk kami bertiga, menjadi wanita solehah, anak yang baik, taat pada agama, menghormati orangtua, menyayangi sesama, berlaku adil, tidak pilih kasih, berhati lembut, berkata sopan, berjuang demi kebenaran, belajar belajar dan belajar. Sosok yang begitu sabar, selalu memberikan kedamaian, tak pernah membentak, meneduhkan disetiap pesan dan petuah. 

Beliau yang selalu ada saat tumbuh kembang kami bertiga. Beliau yang selalu memberikan yang terbaik untuk kami. Beliau yang selalu menekankan untuk tak lepas dari doa dan berbuat kebaikan. Beliau yang mengajarkan kami bagaimana membentengi diri dengan doa doa dan doa.

Satu pesan papa yang selalu terekam pada ingatan kami. Kelak ketika beranjak dewasa, bekerja dan berkeluarga, harapan besar papa adalah kami bertiga menjadi manusia yang bermanfaat untuk sesama. Menjadi wanita berprinsip, cerdas, beretika, kreatif dan menginspirasi. Menjadi wanita kebanggan papa. 

Papa. Bukan tipe ayah romantis. Mungkin bisa dihitung dengan jari kami mendapat pelukan hangat beliau. Mungkin juga tak pernah papa mengucap sayang untuk kami bertiga. Tetapi papa, punya cara yang berbeda. Pelukan erat papa melalui doa beliau, ucapan sayang beliau melalui perhatian dan pemberian terbaik beliau untuk kami bertiga.

Papa. Beliau lebih mengerti apa yang kami butuhkan. Beliau selalu memberikan yang terbaik untuk mama, dan kami bertiga. Papa, sosok panutan yang tak tergantikan.

Selamat hari ayah, papa kami tersayang. You’re my superhero my superstar my everything. We love you, pa!

Senin, 10 November 2014

Study hard!

Malam semakin larut, rintik hujan beradu dengan permukaan tanah masih menghiasi malam ini. Sesekali aku meneguk kopi hangat dan kembali membaca beberapa jurnal dan tumpukan buku di atas meja. Sungguh malam yang syahdu. Terlalu sayang jika hanya dilewatkan begitu saja. 

Dulu, ketika masih duduk di bangku Sekolah Dasar rasanya kata "belajar" merupakan monster super menakutkan dan begitu mengancam. Yang terbayangkan hanya begitu nikmatnya jika setiap hari dipenuhi dengan film kartun dan tak menemui tugas harian dari Guru. Saat itu, rasanya belajar bukan kebutuhan tetapi kewajiban dan bermain adalah hak yang wajib terpenuhi. 

Tetapi lain hal nya dengan sekarang. Terkadang memang benar, waktu dan perjalanan hidup dapat merubah seratus delapan puluh derajat pola pikir dan kebiasaan kita. Berbeda dengan masa-masa Sekolah Dasar  dulu, sekarang rasanya ingin mempelajari segala sesuatu yang berada di depan kelopak mata. Apapun itu. Hingga terkadang tak menyadari bahwa manusia memiliki keterbatasan. Ingin sekali belajar, belajar dan terus belajar.

Suara rintik hujan, angin malam, dan aroma tanah basah selalu menjadi pemicu semangat tersendiri. Suasana yang mengasyikan untuk menghabiskan tulisan-tulisan dengan tegukan kopi dan aromanya yang memikat. Entah kenapa, disaat yang lainnya mengeluh karena hujan turun, tanah menjadi becek dan cuaca yang dingin seperti ini, disaat itu pula aku menemukan ketenangan yang berbeda. Merasakan ada dorongan semangat yang muncul secara diam-diam.

Kembali lagi aku membuka jurnal dan membacanya paragraf demi paragraf, memadukan dengan beberapa teori pendukung dalam buku. Rasanya jika waktu dapat ditambahkan, ingin sekali malam ini jangan berganti pada pukul 24.00 tetapi lebih dari itu, sehingga suasana syahdu ini masih menemani. 

Mata mungkin boleh saja sesekali terpejam karena lelah, tetapi naluri untuk menyelesaikan tulisan-tulisan ini tak kunjung padam. Masih menggebu dan begitu bersemangat. Inilah mungkin orang menyebutnya dengan jangan pernah padamkan semangat belajar sekalipun sinar tak lagi berpijar. Artinya, bahwa belajar tak mengenal lelah dan tak mengenal usia. Belajar-lah, maka cakrawala dunia akan terbuka. 

Selamat menikmati syahdu-nya malam ini. 

Selamat malam, pembelajar.