Rabu, 11 Februari 2015

Belajar berniaga bersama Jogja Muslimah Preneur Community





Manusia diturunkan di bumi bukan tanpa alasan, manusia diwajibkan untuk banyak belajar. Tentang alam, ilmu, dan segala yang terasa oleh panca indra. Banyak aspek yang harus digali, diperdalam dan dikaji lagi. Seperti hal nya mengkaji lebih dalam tentang jalan mencari rizki. Satu hal yang menjadi tuntunan dalam menggali rizki adalah melalui jalur berniaga. Rasulullah SAW memberi banyak contoh dan pelajaran yang begitu banyak melalui pintu rizki satu ini. Bahkan dalam sebuah hadiz menyatakan bahwa 9 dari 10 pintu rizki adalah melalui berniaga.

تِسْعَةُ أَعْشَارِ الرِزْقِ فِي التِّجَارَةِ
"Sembilan dari sepuluh pintu rezeki ada dalam perdagangan."
Menjadi seorang entrepreanur ternyata tidak hanya sekedar memasarkan produk dan menjualnya pada custumer. Ada banyak sekali ilmu yang harus digali lebih dalam lagi. Beberapa minggu yang lalu, bersama Jogja Muslimah Preneur Community, yaitu sebuah komunitas yang digagas oleh  entrepreanur muslimah di Jogjakarta. Dalam sebuah kajian rutin kami mengkaji lebih dalam seputar perniagaan dengan tema “Berniaga ala Rasulullah SAW dan Khadijah RA” bersama ustadzah Nunung yang memang menggeluti dunia perniagaan semenjak Sekolah Dasar. Didikan keras dari orangtua, lingkungan yang membentuk beliau untuk survive ternyata menjadikan ustazdah Nunung menjadi seorang entrepreanur yang tahan banting. Berawal dari membantu kedua orang tua berdagang, beliau mengerti betul bagaimana melakukan sebuah pemasaran yang baik, menghormati pembeli dan berkata jujur saat menyampaikan produk yang ditawarkan.

Ternyata benar, menjadi seorang entrepreanur sejati tak hanya ahli dalam menilai pasar, cerdas dalam membaca situasi dan kondisi. Tetapi jauh dari itu semua, yang paling penting adalah bagaiamana kita menjaga akhlak kita. Banyak dari kita yang mengerti betul cara menjual dan memasarkan produk untuk meraup keuntungan berlipat. Menjadi pionir dari produk-produk lainnya. Tetapi tak banyak dari kita yang memahami benar esensi dari berniaga dan ber-akhlak dalam proses jual beli tersebut. Yang menjadi degradasi adalah aklhak. Ya, tujuan dari jual beli memang menghasilkan laba. Apalagi jika kita menilik dari sisi ekonomi, uang uang dan uang lagi. Sehingga perniagaan di era sekarang ini terkadang juga menjadikan bumerang bagi persaudaraan antar sesama. Saling memuji produk pribadi dan menjatuhkan produk lawan. Ini lah kenyataan pahit perniagaan kita.

Pada umumnya negara yang maju dan berkembang rata-rata memiliki entrepreanur yang mendominasi dalam Negara tersebut. Dan bersyukur, secara bertahap insyaallah Indonesia mulai menunjukan hal tersebut. Dari skala kecil hingga saat ini mulai bertumbuhan para entrepreanur muda yang berbakat. Akan tetapi yang menjadi tugas bagi kita semua adalah menanamkan akhlak yang baik. Saatnya membangun akhlak baik dalam berniaga. Berkata jujur, tidak melebihkan maupun megurangi segala yang terjadi sebenarnya. Berniaga tak semata-mata karena laba, tetapi juga menjalani proses memperarat silaturahmi antar sesama.

الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِى بَيْعِهِمَا وَإِنْ كَذَبَا وَكَتَمَا مُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا
Orang yang bertransaksi jual beli masing-masing memilki hak khiyar (membatalkan atau melanjutkan transaksi) selama keduanya belum berpisah. Jika keduanya jujur dan terbuka, maka keduanya akan mendapatkan keberkahan dalam jual beli, tapi jika keduanya berdusta dan tidak terbuka, maka keberkahan jual beli antara keduanya akan hilang,
Dalam sebuah kesempatan, saya mendapat cerita dari salah satu dosen di Pasca Sarjana. Beliau bercerita tentang seorang nenek penjual ikan. Ketika Dosen saya ingin membeli, beliau merasa iba melihat sang nenek yang masih berjualan di umur senjanya. Kemudian beliau meminta untuk mengemas semua ikan untuk dibelinya. Tetapi tak disangka, sang Nenek menjawab seperti ini “Jangan dibeli semuanya, kalau ikannya dibeli bapak semua nanti saya jualan apa?” sontak bapak Dosen terkaget mendengar jawaban sang Nenek. Kemudian Dosen saya menjawab “Nenek bisa pulang cepat jika saya beli semua ikan nenek, sehingga tidak perlu berjualan hingga matahari terik. Agar nenek bisa lekas istirahat” Dan ternyata jawaban sang nenek lebih mengejutkan lagi. Beliau berkata “saya jualan bukan hanya karena uang saja pak, tetapi juga membantu menyediakan ikan segar untuk para penjual makanan siap saji. Jika bapak membeli semua ikan saya pagi ini, lalu ketika nanti para penjual makanan siap saji kemari dan ingin membeli ikan untuk dijual kembali, saya harus menjawab apa? Saya tidak ingin mengecewakan mereka, tolong jangan dibeli semua ya pak ikannya”. Dosen saya mengakhiri cerita dengan senyum simpul dan mata yang berbinar.

Inilah yang menjadi degradasi akhlak pada kalangan entrepreanur muda saat ini. Jika berniaga atas dasar laba, maka segala cara akan terasa sah-sah saja dilakukan untuk mencapai tujuan. Yaitu uang dan pengembalian yang berlipat ganda. Padahal akan banyak sekali manfaat yang didapat jika berniaga kita niatkan dengan beribadah mencari rizki karena Allah, bukan perkara meraup keuntungan secara finansial saja. Mempercayakan segala yang akan kita dapatkan atas kehendak Nya. Seberapa banyak pesaing dengan produk yang sama dengan produk kita, jika rizki hari ini mengalir untuk kita maka Tuhan yang akan mengantarkan rizki pada kita. Tak perlu khawatir akan persaingan, bahkan akan terasa lebih bermanfaat jika dapat saling mengisi, bertukar fikiran dan saling berbagi. Percayakan pada Nya, Tuhan selalu adil dalam memberikan rizki satu sama lain. Semoga kita selalu diberi kemudahan dan kelapangan dalam mencari rizki yang berkah atas ridho Nya. Aamiin.


Written by,
 Putri Demi Aridi

Part of Jogja Muslimah Preneur Community