Malam itu sepulang kuliah rasanya ingin segera berlari
menuju kasur yang empuk. Bagaikan ikan yang bertemu dengan air setelah beberapa
saat terkapar di daratan. Bantal dan guling seolah memanggil dan berteriak,
mata dan badan pun serasa terkoneksi untuk segera menjawab panggilan dan
teriakan itu. Tapi mendadak ponsel dalam
tas biru dikanan tangan ku berdering, nada pesan masuk. Sebuah pesan singkat
untuk mengisi kelas tambahan besok pagi. Fyuh, dan pada akhirnya bantal guling
kembali terdiam beberapa saat dan masih rapi seperti keadaan semula. Mungkin ia
kecewa. Mungkin saja.
Berbeda dengan mata dan badan yang tadinya dengan
lantang menjawab teriakan itu, tiba-tiba
ia menyeru otak untuk berdiskusi kecil. Sungguh tak disangka, mata, badan dan
otak begitu sigap mengambil langkah. Tanpa aba-aba aku segera membalas pesan
singkat itu dan meng-iya-kan untuk mengisi kelas esok pagi pukul 07.00 WIB.
Malam pukul 22.00
WIB. Suasana kost terlihat hening, beberapa anak kost masih ada yang asik
dengan tayangan akhir pekan salah satu stasiun televisi dan beberapa yang lain
sibuk dengan gedgetnya. Kebetulan
esok hari sabtu, dan jadwal kuliah ku dimulai pada pukul 12.30 WIB, setidaknya
jawaban meng-iya-kan tanpa aba-aba tadi ada dasar yang jelas, karena tak
bersamaan dengan jadwal kuliah. Malam itu akhirnya tak ada waktu istirahat. Aku
mencoba mencari beberapa folder kala kuliah dulu untuk merivew dan belajar
(lagi). Bersyukur pembahasan untuk besok tak begitu rumit. Mata, badan dan otak
terasa begitu kompak untuk melaksanakan tanggung jawabnya. Benar-benat tak ada
yang menyangka, rasa kantuk dan lelah sirna begitu saja. Hingga tak terasa
jarum jam sudah menunjukan pukul 02.00. Persiapan materi, power point dan
beberapa soal ready. Akhirnya bantal
dan guling tersenyum, dan menyambut dengan hangat.
Suara adzan terdengar dari masjid belakang kompleks. Aku
mencoba membuka mata perlahan dan mengumpulkan nyawa yang terasa belum lengkap.
Kucoba terbangun dan melipat selimut yang masih setia memberikan kehangatannya.
Segera kuambil air wudhu dan melaksanakan sholat subuh. Pagi yang begitu cerah,
kicau burung gereja yang selalu hinggap di atap dekat balkon. Sungguh rasanya
ingin kembali menarik selimut dan menyambung mimpi semalam. Tapi lagi-lagi otak
memberikan mandat dengan cepat untuk tak boleh bermalas-malasan. Seperti layaknya
sebuah pepatah, ayam yang bangun paling pagi akan paling banyak dapet cacing. Persiapan
menuju kampus dan siap melaksanakan kewajiban dengan total. Ya, sebuah
totalitas.
Pagi itu beberapa mahasiswa sudah ada di dalam kelas. Ini hari
pertama ku bertemu mereka, kucoba menyapa dan mengucap salam. Ternyata salah
satu diantara mereka ada yang kukenal dan cukup akrab, karena ia tergolong
mahasiswi yang rajin dan tak pernah absen untuk duduk di bangku paling depan.
Semangat belajarnya begitu luar biasa. Bahkan terkadang tak segan ia memberikan
masukan atau tanggapan setelah usai kelas. Saat itu kelas masih belum penuh,
karena memang belum menunjukan pukul 07.00 WIB. Kami sepakat untuk menunggu
mahasiswa lain dan aku mempersiapkan laptop serta notes di papan tulis untuk memperlanjar KBM.
Aku sadar betul, bahwa pendidikan adalah kunci utama dari
segala pintu. Tak hanya menjadi seorang pendidik yang memegang kunci pendidikan
tinggi. Businessman, dokter,
pengacara, pramugara, polisi, apoteker dan segala macam pekerjaan selalu ada
peran pendidikan disana. Dan satu hal yang pasti, mendidik adalah tugas dari setiap insan terdidik. Tak hanya guru
dan dosen yang mempunyai kewajiban untuk mendidik anak bangsa, tetapi kewajiban
kita semua untuk memajukan pendidikan Indonesia. Tak berat, jika kita
menjalankan dengan tulus ikhlas dan semata-mata hanya ingin bermanfaat untuk
orang lain.
Beberapa mahasiswa mulai berdatangan dan kuliah pun dimulai.
Diskusi kelas alhamdulillah berjalan dengan lancar hingga beberapa mahasiswa
membetuk kelompok untuk mengerjakan kasus. Tak ada yang lain dalam benak dan
pikiranku, hanya semoga hari ini bermanfaat.
Kelas pun berakhir. Dan seperti biasanya mahasiswi rajin itu
selalu pulang paling akhir dengan beberapa teman se-genk nya. Ia menghampiriku di depan dan menunjukan ponselnya. Sontak
aku terkaget dan bertanya apakah ada yang bisa kubantu. Mahasiswi tersebut
menyodorkan ponsel tipis berwarna putih padaku, dan ia hanya berucap “kece
nggak mbak?”. Aku menatapnya dan tersenyum. Disana terlihat seorang wanita
berkerudung ungu sedang menulis di papan tulis, dan ternyata wanita itu aku. Tak
ada komentar, aku hanya tersenyum malu dan berterimakasih padanya. “kok
sempet-sempetnya sih dek?mbak jadi malu” pertanyaan ini mengalir begitu saja,
dan ia menjawab “gapapa mbak, aku iseng aja tadi soalnya aku pingin ngajar juga
kayak mbak”. Percakapan demi percakapan pun bersambung hingga kami keluar kelas
dan berakhir pada percakapan luar biasa. Kami bertekat untuk membuka konsultasi
belajar. Dengan target utama kami, bermanfaat untuk orang lain. Karena
sebaik-baiknya manusia adalah ia yang bermanfaat untuk sesamanya.
Semoga bermanfaat :')
1 komentar:
wah aku kok blm pernah di bimbing ma dosen yg ini ya??? penasaran j.... boleh dong di ajarin akuntansinya kak Pudem....
Posting Komentar