Kamis, 27 November 2014

Life is Unpredictable

Manusia memang hanya menjalankan apa yang telah menjadi skenario Nya. Berjalan menyusuri hari demi hari, waktu demi waktu dan menemui hal-hal baru. Termasuk berjumpa dan menjalin silaturahmi dengan orang-orang yang tak terduga sebelumnya. Menjumpai karakter baru, pemikiran baru dan segala hal baru yang menajubkan.

Bercerita masa lalu dan masa kecil dulu, aku terlahir dalam lingkungan keluarga mayoritas perempuan. Mamaku dan kedua adik perempuanku. Setiap hari penuh dengan kasih sayang dan kelembutan, tak pernah ada pertikaian bahkan bentakan. Papa pun tak pernah mendidik dengan keras, dan selalu menunjukan raut wajah damai penuh kesabaran. Mungkin saja karena kami bertiga perempuan, sehingga Papa berusaha memberikan pendidikan yang jauh dari didikan “militer” yang biasa diterapkan untuk anak laki-laki. Dan mungkin saja Papa tak selembut ini jika diantara kami ada saudara laki-laki. Mungkin.

Hari demi hari yang kami lalui di rumah ternyata membentuk karakter kami bertiga. Pun tak dipungkiri, diantara kami bertiga memiliki sifat masing-masing. Menurut Mama, aku cenderung pada pribadi yang ceria supel tetapi juga memiliki sifat keras. Berbeda dengan adik ke-dua ku, ia cenderung diam dalam segala hal, introvert tetapi penurut. Dan si bungsu, sejak kecil ia sudah terlihat hiperaktif, tak bisa diam dan tak bisa berhenti bernyanyi. Tetapi pendidikan dalam rumah memang berperan besar pada tumbuh kembang kami bertiga, sehingga kemasan kami tak jauh beda antara satu dengan yang lain. Kami bertiga memiliki sifat dominan, penurut, tak bisa dibentak, tak suka kekerasan dan cenderung berjalan pada rule yang kami anggap baik, tak berani keluar dari hal kebaikan itu. Termasuk jika sudah jam 9 malam maka segala aktifitas kami berhenti, meng-off kan percakapan dalam handphone, kembali kerumah secepatnya sebelum jarum jam menunjukkan pukul 21.00. Dan lain sebagainya, begitu Papa Mama mendidik kami.

Hari berjalan begitu cepat, rasanya baru kemarin tiap pagi selalu mendengar teriakan Mama untuk segera bergegas mandi, sarapan pagi dan pergi ke Sekolah. Rasanya baru saja itu semua terjadi. Dan tak terasa hampir enam tahun sudah teriakan Mama tiap pagi hanya terasa dalam hati. Menjadi sebuah alarm jiwa untuk melanjutkan kedisiplinan kala pagi datang. Dan dengan segala karakter yang tertanam dari kecil. Terbawa hingga sekarang sekalipun tak seatap merasakan pendidikan karakter rumah seperti enam tahun silam.

Singkat cerita, karakter ini terbentuk dan menjadi aku yang saat ini. Hingga pada suatu ketika Tuhan mempunyai rencana yang tak  terduga. Tuhan mempertemukanku pada seseorang yang memiliki kepribadian jauh dari keseharianku. Lingkungan keluarga dengan mayoritas laki-laki, pendidikan rumah yang keras dan extra disiplin, dan mungkin hampir mendekati pendidikan militer. Aku memanggilnya “abang, mas, aa” begitulah. Entah apa rencana Tuhan, pertemuanku dengan beliau ternyata membawa banyak perubahan pada pemikiran dan juga karakterku. Ia mengajakku menyusuri kehidupan dalam batas yang berbeda, bahwa hidup tak hanya sekedar baik dan buruk. Hidup perlu dimaknai lebih dari itu. Karena di dalam kebaikan bisa jadi menyimpan keburukan dan di dalam keburukan mungkin menyimpan kebaikan.

Perkataannya tak pernah terdengar lembut. Garis muka tegas dan kata-kata beliau yang keras membuatku tak memahami apa yang didapat dengan kepribadian seperti ini. Berhari-hari aku dibingungkan dengan sifat-sifat baru dan pemikiran baru. 

Dan aku, berusaha menyusuri lapis demi lapis apa yang Tuhan berikan melalui beliau yang kukenal tak terprediksi ini. Tak jarang kami berdiskusi tentang kehidupan dan esensi dari hidup. Cukup berat obrolan bersamanya, tetapi aku menikmati. Aku menemukan ilmu baru yang tak pernah kudapatkan sebelumnya. Banyak pelajaran yang beliau berikan.

Ternyata selama ini aku salah jika berfikir keras itu tidak baik. Ternyata selama ini aku terjebak pada pemikiran ku yang dangkal untuk memaknai kehidupan. Aku memandang bahwa segala yang terlihat tak baik itu seratus persen tidak baik, dan yang terlihat baik itu jaminan baik dalam segala hal. Dan ternyata ini salah. Perlahan beliau menyadarkan ini padaku. Dan aku, perlahan mulai membuka pikiranku.

Entah apa yang ada dalam benak beliau, sehingga begitu peduli akan diriku yang bukan siapa-siapa nya bahkan terbilang baru saja kami saling mengenal. Tetapi satu hal yang menjadi keyakinanku, segala yang terjadi di muka bumi ini tak ada satu pun yang berjalan tanpa kehendak Nya. Termasuk pertemuanku dengan beliau yang tak terduga, sangat tak terduga.

Jika berbicara dengan menggunakan akal, akal pun tak menemui titik temu apa rencana Tuhan dibalik semua ini. Jika mencerna menggunakan hati, rasanya diperlukan kemurnian dan ketulusan yang hakiki hingga menemui jawabannya. Dan jelas, aku masih berproses dan masih jauh dari kata murni dan tulus.

Perbedaan karakter yang sangat jauh ini ternya membawa pengaruh untuk ku. Aku mulai mengerti apa itu keras dan apa itu ketulusan dibalik kerasnya sifat seseorang. Aku menemui banyak hal baru setelah bertemu dengan beliau. Hal yang tak kujumpai diantara teman-teman sebayaku, guru-guru sekolah ku dan bahkan lingkungan terdekatku. Hal baru yang membentuk pola pikir baru untukku, untuk tidak menilai segala sesuatu hanya dari apa yang nampak oleh kasat mata, tetapi melihat apa yang di depan mata menggunakan ketulusan hati. Hati terdalam yang tak pernah menipu. Hati yang selalu berkata benar, tak pernah berkalkulasi dan tak pernah menimbang secara materi.

Betapa bersyukurnya aku mengenal beliau. Dan betapa bersyukurnya aku, Tuhan mengijinkanku bertemu dengan seseorang yang membawa perubahan untuk ku.

Aku, yang masih tak mengerti apa rencana Tuhan untuk ku.

Tidak ada komentar: